Bank Indonesia (BI)
mengingatkan para bankir bersiap menghadapi tantangan berat ke depan baik
eksternal maupun internal terhadap ekonomi Indonesia.
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengatakan, sentimen eksternal yang
mempengaruhi ekonomi yaitu penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu,
ekonomi global melemah yang didukung harga komoditas dunia cenderung tertekan
selama tiga tahun ini juga mempengaruhi ekonomi Indonesia.
"Padahal komoditi andalan ekspor. Kondisi itu memberi tekanan dan
berdampak nasional," kata Agus.
Potensi risiko utang swasta ini semakin meningkat, kata Agus, karena pasar
valuta asing (valas) dalam negeri masih tipis. Akibatnya, jika sedikit saja
terjadi mismatch antara pasokan dan permintaan valuta asing,
hal itu langsung berpengaruh pada kurs rupiah.
Dari dalam negeri, defisit transaksi berjalan belum pada posisi yang sehat.
Lalu masih banyak perusahaan-perusahaan yang belum melakukan lindung nilai pada
utangnya. .
Terkait hal tersebut, pihaknya mengaku bersama dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk sektor jasa
keuangan. Sebelumnya pertumbuhan utang luar negeri (ULN) sektor swasta melambat
menjadi 13,6 persen (YoY) pada Januari 2015. Utang luar negeri sektor swasta
mencapai US$ 162,9 miliar pada akhir Januari 2015. Angka ini 54,6 persen dari
total utang luar negeri. Secara keseluruhan, posisi utang luar negeri Indonesia
pada akhir Januari 2015 mencapai US$ 298,6 miliar atau tumbuh 10,1 persen Year
on Year (YoY).
Untuk perbaikan ekonomi, pihaknya mendukung pemerintah melakukan reformasi
struktural. "Peningkatan kemandirian tersedia sumber pembiayaan
pembangunan tentu harus didukung performa manajemen energi, pangan, baik
infrastruktur soft ataupunhard," kata Agus.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya 4,71 persen secara tahunan (year on year/YoY) pada kuartal I
2015. Pertumbuhan ekonomi ini dinilai Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus karena
konsumsi masyarakat yang relatif rendah dibandingkan periode sebelumnya.
"Semua komponen pengeluaran rumah tangga melambat. Hanya pengeluaran
untuk makanan dan minuman, serta perumahan tidak melambat," kata Firdaus.
Ia mengatakan, rendahnya tingkat konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berdampak pada lonjakan
harga barang kebutuhan pokok.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai 4,71 persen secara tahunan (year on year/YoY) pada kuartal I
2015. Pertumbuhan ekonomi ini dinilai Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus karena
konsumsi masyarakat yang relatif rendah dibandingkan periode sebelumnya.
"Semua komponen pengeluaran rumah tangga melambat. Hanya pengeluaran
untuk makanan dan minuman, serta perumahan tidak melambat," kata Firdaus.
Ia mengatakan, rendahnya
tingkat konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS yang berdampak pada lonjakan harga barang kebutuhan pokok.
Menurut saya harus
adanya kerjasama antara pihak bank dan swasta, pihak bank seharusnya
mengingatkan nasabahnya yang tidak menyimpan dana hasil ekspornya di bank
devisa dalam negara, bank-bank juga mulai hati-hati karena
ketidakpastian yang tinggi dan ekspor yang menurun.
mengingatkan pihak
swasta sebenarnya tidak perlu mencari pinjaman valas di luar negeri
karena bank internasional dalam bentuk joint venture sudah ada
di Indonesia. Jika bank tersebut memerlukan valas akan meminjam ke bank
induknya di luar negeri dan ini jauh lebih mudah dikontrol.
Dan menurut Aviliani,
Ekonomi Universitas Indonesia, mengatakan pemerintah sudah harus mulai
mengatur utang luar negeri terutama utang luar negeri swasta karena mengalami
peningkatan yang signifikan. "Apabila tidak diatur dapat terjadi
seperti tahun 1998," katanya. Menurut dia, utang luar negeri
memiliki beberapa risiko terutama resiko nilai tukar. Oleh karena itu, swasta
sebaiknya diarahkan agar meminjam di dalam negeri karena risikonya lebih
rendah.
Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2236549/gubernur-bi-sebut-utang-swasta-perlu-diwaspadai
Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2236549/gubernur-bi-sebut-utang-swasta-perlu-diwaspadai